Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan langkah Pemerintah mendirikan sub holding PalmCo dapat mendukung hilirisasi komoditas sawit. Menurutnya, hilirisasi komoditas sawit bisa memastikan stok minyak goreng untuk sektor industri dan rumah tangga. “Saya memandang positif sekali apa yang dilakukan Pemerintah dengan mendirikan PalmCo sebagai perusahaan pengolahan kelapa sawit karena bisa mendorong membatu proses hilirisasi dan mengatasi masalah sawit lain,” ujarnya dihubungi Jumat (15/12/2023).
PalmCo diyakini mampu berkontribusi meningkatkan produksi CPO nasional dan minyak goreng dalam negeri. Di mana salah satu inisiatifnya adalah melalui dukungan atas 60 ribu Hektar Peremajaan Sawit Rakyat di Indonesia dengan produksi minyak goreng yang akan meningkat dari 460.000 ton/tahun di 2021 menjadi 1,8 juta ton/tahun (4 kali lipat) di 2026. Di sisi lain, Piter mengatakan PalmCo akan menghadapi tantangan untuk mencapai targetnya.
Hilirisasi Sawit Diyakini Tingkatkan Produksi Minyak Goreng Dalam Negeri Empat Kali Lipat Tingkatkan Kapasitas Produksi Minyak Sawit, Apical Group Investasi 1 Miliar Dolar AS di Dumai VIDEO EKSKLISIF Saleh Husin: Ada yang Terganggu Hilirisasi Minyak Sawit
Penambahan Alokasi Pupuk Diyakini Sebagai Solusi untuk Petani Tingkatkan Produksi SKK Migas: Produksi Minyak dan Gas Bumi Utamakan Kebutuhan di Dalam Negeri Berbagi Strategi Kemitraan Percepatan PSR Sawit Untuk Tingkatkan Produksi
PT Pema Bakal Bangun Kilang Minyak Kelapa Sawit di Aceh, Upaya Pengembangan Produk Hilirisasi PLN NP Produksi 2 Kali Lipat Energi Hijau di Tahun 2023 Namun, menurutnya, terbentuknya BUMN khusus mengelola sawit sudah menjadi langkah awal yang baik untuk menyeimbangkan kebutuhan dalam negeri dalam industri sawit nasional yang saat ini didominasi oleh perusahaan swasta. “Kalau membahas tantangan, ini sebenarnya yang paling utama itu ada dulu. Ada dulu (resmi mendirikan PalmCo red). Jadi sebagai langkah awal, ini sudah sangat bagus. Dengan adanya BUMN fokus masuk ke dalam industri sawit, menurut saya, jauh lebih baik,” terangnya. Alasannya, dia memaparkan peran BUMN dan Pemerintah selama ini dalam industri sawit terlalu kecil karena dikuasai oleh perusahaan swasta. Kondisi ini, ujarnya, menyebabkan Pemerintah sulit melakukan kendali ketika terjadi gejolak harga, terbukti ketika terjadi masalah kelangkaan minyak goreng di pasar.
“Pemerintah tidak bisa mengintervensi karena tidak punya produknya. Pemerintah mau mengendalikan harga, misalnya Rp14 ribu per kg tidak bisa karena yang punya barang bukan Pemerintah,” lanjut Piter Abdullah. Dosen Perbanas itu mengharapakan PalmCo dapat menyeimbangkan kondisi itu karena perusahaan ini dapat menjadi perpanjang tangan Pemeritah di industri sawit. Dengan Pemerintah terjun langsung di industri sawit, jelasnya, kemampuan Pemerintah mengendalikan harga, jika dibutuhkan, akan lebih kuat. PalmCo harus didukung dengan kebijakan yang tepat dan konsisten.
Itulah, menurutnya, bentuk intervensi Pemerintah, yaitu mendukung dengan regulasi tepat dan konsisten untuk membantu perusahaan mencapai targetnya. Di internal Grup perusahaan sendiri, dia mengatakan harus dipastikan bahwa perusahaan induk (holding) juga berjalan, seiring dengan strategi dan rencana bisnis PalmCo. Dengan demikian, Piter meyakini potensi PalmCo sangat besar di industri sawit yang merupakan komoditas perkebunan andalan Indonesia. “Indonesia perlu bersyukur dan berbangga hati untuk memiliki sawit, Indonesia menjadi nomor satu di dunia untuk sawit. Komoditas luar biasa dan bahan energi baru terbarukan,” ujarnya.
Dia mengakui sawit sering dihadapkan dengan masalah kerusakan lingkungan. Namun, sebutan itu, diyakininya masih sangat bisa diperdebatkan. “Tudingan dari Eropa yang mengaitkan sawit dengan lingkungan sebenarnya tidak cukup kuat karena kalau dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak sawit itu yang terbaik sebenarnya,” tegasnya. Piter mengatakan untuk menghasilkan jumlah minyak nabati yang sama, luas lahan yang dibutuhkan sawit jauh lebih kecil dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. “Selain itu, tanaman sawit bisa tumbuh puluhan tahun, sedangkan bunga matahari dan minyak nabati lain umumnya berumur pendek atau tanaman musiman. Jadi kalau masalah ramah lingkungan atau tidak itu sangat perlu diperdebatkan lagi,” paparnya.