Jakarta -Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai wacana Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara tak serta merta menjamin disparitas harga dan mengatasi defisit stok batu bara dalam negeri, khususnya untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
“Karena efektivitasnya bergantung pada bagaimana tata kelolanya dan aturan mainnya,” ujar Faisal saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Agustus 2022.
Regulasi serta tata kelola dalan Badan Layanan Umum ini, menurutnya harus diperbaiki supaya menjamin BLU efektif dalam menjamin pasokan energi dalam negeri.
Tidak hanya untuk PLN, tapi juga untuk industri yang lain.
Ia berujar, BLU bukan hanya satu-satunya solusi dalam menghadapi ancaman defisit stok batu bara.
Di sisi lain, menurutnya PLN juga harus meningkatkan efisiensi dan manajemennya juga.
BLU, kata dia, bisa saja malah menambah panjang rantai birokrasi pasokan batu bara kepada PLN.
Alhasil, menjadi tidak efisien dari sisi tata kelolanya.
Maka dari itu taya kelola adalah hal utama yang perlu diperbaiki.
Faisal memberikan gambaran, tata kelolanya bisa mencontoh rantai pasokan dalam industri sawit.
Walaupun tidak apple to apple, tuturnya, di industri sawit ada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang bekerja mengelola dana.
Hal itu menurut Faisal bisa diterapkan dalam tata kelola industri batu bara.
Meskipun BPDPKS dari segi kebijakan tidak memiliki wewenang, tetapi badan tersebut dapat mengelola dana ketika pemerintah.
Misalnya, BPDPKS mengenakan pungutan ekspor terhadap sawit, kemudian ketika ada masalah terhadap pasokan seperti kejadian kelangkaan minyak goreng, subsidinya bisa diambil dari sana.
“Saya melihat terutama dari fungsi pengelolaan dana taktis dan juga memastikan pasokan di dalam negeri terjamin,” ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pembentukan BLU Batu Bara masih terhambat oleh penyusunan payung hukum.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pihaknya belum mengantongi persetujuan izin prakarsa karena masih ada perdebatan bentuk payung hukum BLU Batu Bara, yakni antara peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres).
Arifin menuturkan Kementerian ESDM telah melayangkan surat ke Kementerian Sekretariat Negara ihwal penyusunan beleid itu.
Kementerian mengusulkan agar payung hukum BLU Batu Bara berbentuk bisa perpres.
“Draft perpres dan aturan-aturan lainnya, seperti Permen dan Kepmen ESDM telah disiapkan, serta secara paralel ini dibahas,” kata Arifin.
Adapun PLN meminta Kementerian ESDM segera membentuk BLU Batu Bara di tengah kondisi tertahannya pasokan komoditas energi primer di sejumlah pemasok.
EVP Batubara PLN Sapto Aji Nugroho mengatakan sebagian besar pemasok batu bara kini memilih untuk menahan pasokan mereka di tengah harga komoditas emas hitam yang menguat di pasar internasional.
Pemasok batu bara yang sudah berkontrak dengan PLN belakangan pun memilih untuk menunda pengiriman.
“Sejak April, Mei, orang sudah menunggu BLU akan keluar sehingga beberapa pemasok menunda pengiriman.
Hal tersebut makin mempersulit kondisi saat ini ketika BLU itu tidak segera keluar,” kata Sapto, 2 Agustus lalu.
RIANI SANUSI PUTRI | MOH.
KHORY ALFARIZI