Hadirnya jaringan internet satelit Starlink milik CEO SpaceX Elon Musk mengundang beragam respons dari para operator seluler dalam negeri. Starlink yang menggunakan konstelasi satelit pada orbit rendah bumi (low earth orbit/LEO), memungkinkan penggunanya hanya memerlukan perangkat penerima kecil yang dikenal sebagai antena parabola/dish untuk dapat terhubung ke jaringan satelit. Telkom Indonesia mengatakan bahwa kehadiran teknologi dan pemain industri baru seperti Starlink adalah sesuatu yang tak terhindarkan.
"Oleh karena itu, Telkom Group senantiasa mendukung kebijakan pemerintah untuk pemerataan konektivitas nasional yang memastikan terjadinya fair playing field (persaingan sehat) bagi seluruh pelaku industri,” kata SVP Corporate Communication & Investor Relation PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Ahmad Reza, Minggu (26/5), dikutip dari Kontan. Pemkot Rapat Persiapan HUT Kota Palu, Mukbang 45 Meter Jadi Rangkaian Puncak Peringatan HUT Kota Palu, Pemkot Gelar Zikir Akbar Dirangkaikan dengan Peringatan Maulid Nabi
Pemkot Matangkan Persiapan HUT Kota Palu Tahun 2023, Berikut Daftar Kegiatannya HUT Kabupaten Muaro Jambi, Sekwan Sebar Ribuan Undangan Pemkot Gelar Pasar Murah Meriahkan HUT Kota Palu Tahun 2023
Menurut Ahmad, Starlink adalah mitra strategis Telkomsat sebagai bagian dari Telkom Group sejak tahun 2021 untuk penggelaran layanan satelit segmen backhaul dan enterprise. “Terkait harga layanan bukan kewenangan kami, tetapi kami yakin pemerintah pasti akan mengatur hal ini,” paparnya. Sementara itu, PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison mengaku tidak masalah dengan kehadiran Starlink di Indonesia.
Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredo Hutchison Vikram Sinha bahkan tidak menganggap Starlink sebagai kompetitor. “Ini (kehadiran Starlink) bukanlah sebuah kompetisi. Low Earth Orbit milik Starlink bisa membantu mempercepat masuknya akses internet ke daerah daerah pelosok,” ujarnya dalam paparan publik RUPST ISAT, Selasa (21/5), masih dikutip dari Kontan. Vikram bahkan mengatakan ISAT terbuka untuk melakukan kolaborasi dan kerjasama dengan Starlink, khususnya di sektor perikanan dan pertahanan.
Alasanya, tantangan terbesar sektor telekomunikasi di Indonesia adalah transportasi dan backbone. Berikutnya, ada PT XL Axiata Tbk yang tak khawatir tersaingi dengan masuknya perusahaan layanan internet berbasis satelit milik Elon Musk, Starlink, masuk ke Indonesia. Chief Corporate Affairs XL Axiata Marwan O Baasir mengatakan, saat ini biaya layanan yang ditawarkan Starlink masih lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya layanan yang ditawarkan XL Axiata.
"Harganya beda kan. Kalau mereka ini sekarang Rp 750.000 yang paling kecil (murah)," ujarnya saat ditemui di XL Axiata Tower, Jakarta, Jumat (3/5/2034), dikutip dari Kompas.com. Kendati demikian, dia berharap pemerintah bisa memberikan ruang bersaing (playing field) yang sama untuk Starlink dengan XL Axiata dan penyedia layanan internet lainnya. Baik dari sisi aturan, perizinan, pajak yang dikenakan, hingga membuka kantor di Indonesia. Hal ini agar XL Axiata dan operator lainnya memiliki struktur biaya yang sama dengan Starlink.
"Namanya kita masuk ritel, ya audah pemberlakuan aturannya sama. Peraturan perundang undangan yang berlakunya disamakan dong, jadi playing field nya sama. Kalau harga terserah lah, itu kan masalah hitung hitungan ya," ucapnya. Dia menyatakan, pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama dengan Starlink secara business to business (BtoB). Sebab, XL Axiata ingin memperluas layanannya ke wilayah yang sulit dijangkau.
"Kita terbuka bekerja sama. Ya sekarang ini lagi bahas bahas, lagi diskusi diskusi tentang itu tapi untuk BtoB ya," tuturnya. Pada 2023 lalu, PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) melalui Smartfren Business berkolaborasi dengan Telkomsat, anak usaha Grup Telkom. Kerja sama ini terjalin untuk mengembangkan produk solusi teknologi berbasis satelit dalam memenuhi kebutuhan bisnis yang berada di wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) di Indonesia.
Chief Enterprises Business Officer Smartfren Business Alim Gunadi mengungkapkan solusi tersebut dirancang dengan memanfaatkan satelit non geostasioner milik Starlink yang beroperasi di orbit rendah (LEO). Solusi telekomunikasi berbasis satelit ini melengkapi portofolio teknologi yang ditawarkan oleh Smartfren Business untuk perusahaan perusahaan yang beroperasi di wilayah yang belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi lain. Beberapa pelanggan Smartfren Business yang telah memanfaatkannya antara lain perusahaan perkebunan atau pertambangan yang beroperasi di Papua, Kalimantan, serta wilayah lainnya.
Smartfren Business pun berkolaborasi dengan Telkomsat untuk memanfaatkan konektivitas satelit milik Starlink dalam memenuhi kebutuhan tersebut. "Harapannya konektivitas satelit yang dikombinasikan dengan berbagai solusi milik Smartfren Business dapat membuka peluang untuk meraih pangsa pasar di sana," ungkap Alim dalam keterangan tertulis yang disiarkan Jumat (15/9/2023), dikutip dari Kontan. Alim bilang, Starlink dapat memberikan konektivitas dengan latensi yang lebih rendah, sehingga pengalaman komunikasi pun menjadi lebih mulus.
Sebagai ilustrasi, bila menggunakan teknologi VSAT bisa memberikan latensi 700 600 ms, maka Starlink bisa memberikan latensi yang stabil di bawah 100 ms. Hal tersebut akan menentukan pengalaman pengguna solusi telekomunikasi di wilayah 3T, baik dalam mengoperasikan alat pemantau dari jarak jauh, pengiriman pesan teks atau video, hingga kebutuhan lainnya. Untuk dapat menikmati layanan internet Starlink, masyarakat diharuskan memiliki perangkat VSAT atau stasiun penerima sinyal.
Perlu diingat, perangkat VSAT memakan biaya terpisah dari langganan internetnya. Mengutip dari laman resmi Starlink.com, ada dua jenis perangkat VSAT yang bisa dipilih pengguna yang akan berlangganan jaringan internet Starlink. Pertama, VSAT yang digunakan oleh pelanggan yang bakal menetap di suatu lokasi seperti pelanggan di area perumahan, VSAT ini ditawarkan seharga Rp 7.800.000.
Kedua, ialah VSAT yang digunakan oleh pelanggan dengan mobilisasi tinggi seperti digunakan untuk kapal yang aktif beroperasi di perairan dibanderol Rp 43.721.590. Untuk berlangganan jaringan internet, Starlink membaginya ke dalam tiga kategori paket internet, berikut rinciannya : Paket Residensial diklaim cocok untuk pelanggan yang tinggal menetap di perumahan dan membutuhkan internet berkecepatan tinggi dan latensi rendah untuk keluarga.
Paket internet ini dijual sekitar Rp 750 ribu per bulan. Paket Jelajah dirancang untuk pelanggan yang gemar bepergian, berpindah pindah atau nomaden. Paket ini disebut cocok untuk kebutuhan pribadi yang kerap bertugas ke daerah pedalaman dan membutuhkan internet kecepatan tinggi.
Untuk paket langganan internet Jelajah Starlink ditawarkan mulai dari Rp 990.000 per bulan, Dalam paket Jelajah juga tersedia pilihan paket mobile prioritas. Dijual seharga Rp4.345.000 per bulan untuk akses data internet sebesar 50 GB yang dipasangkan dengan VSAT seharga Rp 43.721.590. 3. Kapal
Paket Kapal merupakan layanan internet global, diperuntukkan untuk penggunaan yang kerap bepergian dan berlayar. Dengan paket ini mereka tetap bisa mendapatkan jaringan prioritas. Paket Kapal ditawarkan mulai dari Rp 4.345.000 per bulan untuk akses data internet sebesar 50 GB.
Telah tersedia juga paket seharga Rp17.160.000 per bulan dengan internet 1 TB dan paket seharga Rp 86.130.000 per bulan. Paket paket tersebut belum termasuk biaya pemasangan perangkat keras sebagai penerima sinyal dari satelit Starlink yang mengorbit seharga mulai dari Rp 7,8 jutaan.