Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menerangkan harga batu bara yang cukup tinggi saat ini mendorong perusahaan mengantongi pendapatan lebih besar.
Apalagi, ada disparitas antara harga DMO dan dengan harga acuan internasional.
Namun kondisi ini membuat pasokan di dalam negeri menghadapi ancaman defisit.
Sebab, pengusaha lebih memilih ekspor.
“Tapi ini mengakibatkan potensi industri dalam negeri bisa mengalami kekurangan pasokan,” ujar dia saat rapat dengan Komisi VII DPR RI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Agustus 2022.
Menurut dia, tingginya harga batu bara disebabkan oleh peningkatan permintaan dari India dan Cina untuk memnuhi kebutuhan pasokannya.
Selain itu, ada pula dampak dari keputusan Uni Eropa untuk mengurangi pemakaian batu bara secara bertahap akibat harga gas dari Rusia tinggi setelah negari beruang merah tersebut berkonflik dengan Ukraina.
Harga batu bara acuan pada Agustus 2022 ditetapkan US$ 321,59 per ton atau naik US$ 2,59 dolar dibandingkan dengan Juli 2022.
“Rata-rata harga batu bara global pada Juli 2022 berkisar antara US$ 194-403 per ton.
Ini berdasarkan indeks yang dikeluarkan oleh Newcastle Export Index (NEX),” kata Arifin.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan kondisi pasokan gas di Eropa mempunyai pengaruh besar dalam menentukan kenaikan harga batu bara acuan (HBA) pada Agustus 2022 menjadi US$ 321,59 per ton.
“Harga gas alam cair di Eropa terus merangkak naik menyusul ketidakpastian pasokan gas.
Bahkan, beberapa negara Eropa mengaktifkan kembali pembangkit listrik batu baranya guna mengantisipasi adanya krisis listrik,” katanya dalam keterangan tertulis, 2 Agustus 2022.
Selain itu, faktor lain yang turut memengaruhi HBA, adalah adanya lonjakan permintaan batu bara dari Cina, India, dan Korea Selatan.
“Hal ini terjadi lantaran Rusia menawarkan diskon harga batu bara,” tuturnya..
Harga batu bara sepanjang 2022 konsisten mengalami kenaikan.
Pada Januari 2022, HBA masih US$ 158,50 per ton, lalu naik menjadi US$ 188,38 per ton pada Februari 2022.
Selanjutnya, pada Maret, harga batu bara menyentuh US$ 203,69 per ton; April US$ 288,40 per ton; Mei US$ 275,64 per ton; dan Juni menembus US$ 323,91 per ton.
“Bulan lalu (Juli) sempat turun menjadi US$ 319 per ton, namun Agustus 2022 ini HBA naik menjadi US$ 321,59 per ton,” ucap Agung.
HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata sejumlah indeks yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya.
Kualitasnya disetarakan dengan kalori 6.322 kkal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulfur 0,8 persen, dan ash 15 persen.
Agung menambahkan, pada bulan sebelumnya, indeks NEX naik 3,75 persen; GCNC naik 3,32 persen; ICI turun 3,94 persen; dan Platt’s turun 3,58 persen.
Terdapat dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan HBA, yaitu, supply dan demand.
Adapun suplai dipengaruhi oleh faktor cuaca, teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis supply chain.
seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara itu demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Di samping itu, pemerintah menetapkan HBA untuk domestik khusus kebutuhan kelistrikan sebesar US$ 70 dolar per ton dan US$ 90 per ton untuk kebutuhan bahan bakar industri domestik.
“Kebijakan ini untuk menjaga daya saing industri domestik dan utamanya memastikan keterjangkauan hasil produksi industri bagi masyarakat,” ujar Agung.
ANTARA | MOH KHORY ALFARIZI Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.